Minggu, 29 November 2009

Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk

PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 – Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:
“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.

NILAI-NILAI PRIBADIKU,,,

Dalam melihat masa depan, pasti tiap orang mempunyai rencana-rencana tersendiri. Mereka mempunyai impian nya masing-masing. Begitu pula saya sebagai seorang yang biasa saja tentu saja saya juga punya mimpi untuk menjadi seorang yang sukses dan bahagia luar dalam di masa yang akan datang.
Sesuai dengan tugas yang diberikan kepada saya, berikut akan saya ceritakan berbagai impian saya untuk mencapai masa depan yang indah dan bahagia.

Tenngible


Setelah saya lulus kuliah nanti pastinya saya ingin segera mendapat pekerjaan yang tentunya layak dan sesuai dengan pendidikan yang saya miliki selama kuliah. Mempunyai kantor AKUNTAN PUBLIK sendiri merupakan impian saya sedari dulu, tentu banyak sekali langkah-langkah yang harus saya tempuh untuk mencapai impian tersebut. Seperti kebanyakan orang untuk menjadi seorang Akuntan Publik kita harus menyelesaikan pendidikan penyetaraan guna mendapat gelar S.Ak. dimana tidak semua universitas menyediakan program ini, di Indonesia sendiri setau saya hanya ada di UNIVERSITAS INDONESIA , untuk masuk dan terima di program tersebut tentu sangat susah, apalagi untuk seseorang seperti saya, tapi tentunya itu bukanlah penghambat bagi saya untuk terus berusaha dan berdoa guna mencapai impian saya tersebut.

Jika saya telah mendapat gelar S.Ak tersebut saya berencana untuk melanjutkan pendidikan Pasca Sarjana saya, jika saya bisa mendapat rezeki lebih saya berharap bisa menyelesaikan pendidikan S2 saya di Australia, tepatnya di kota Melbourne.
Setelah mendapat gelar S2 saya pastinya saya ingin mendirikan sebuah kantor Akuntansi Publik, dan itu merupakan mencapaian terakhir saya,, dan jika ALLAH SWT mengizinkan tentunya saya ingin sekali hal itu terjadi.

Selain impian di atas saya juga mempunyai impian alternatif, yaitu setelah lulus kuliah, saya ingin bekerja di perusahaan asing manapun yang ada di Jakarta saya ingin menjadi seorang programmer khusus akuntansi. Walaupun saya tidak tahu persis ada posisi seperti itu di sebuah perusahaan. Selain itu saya juga bermimpi ingin mempunyai side job sebagai seorang announcer atau penyiar di radio kesayangan saya yaitu Trax.fm ataupun U.fm. Setelah bekerja kurang lebih 2-5 tahun dan sudah punya cukup modal untuk membuka usaha saya ingin membuka usaha keluarga berupa Restaurant n Lounge di daerah Kemang. Saya ingin membuka usaha agar saya bisa lebih fokus pada keluarga saya, sebagai seorang perempuan saya pun ingin menjadi istri dan ibu yang baik bagi keluarga saya, dengan usaha tersebut saya harap bisa mencukupi semua keperluan saya.

Jika mempunyai rezeki yang lebih saya ingin sekali berbulan madu dengan suami saya kelak di Lombok, Singapur, New Zealand, London dan Italy,,, impian tertinggi yang saya inginkan adalah seharian berjalan di New York. Dan tidak lupa untuk naik haji bersama keluarga.

Saya ingin menikah antara umur 24-27 tahun setelah itu saya ingin mempunyai 3 orang, dan saya ingin mempunyai sebuah rumah di daerah Kemang Pratama, rumah 2 tingkat dengan tipe minimalis yang mayoritas warna nya terdiri dari warna hitam dan merah,, agar terlihat elegan, dengan halaman yang luasnya 2x3 m2,dengan sebuah kolam renang yang luasnya 2x5m2 saja. Saya ingin mempunyai 2 mobil yang terdiri dari mobil Fortuner dan Camry yang berwarna Hitam dan Putih.

Intenngible

Jika sukses nanti saya ingin menjadi orang yang tidak sombong, rendah hati dan suka menolong, kita tidak bisa memungkiri bahwa kita sebagai manusia pasti memiliki sifat sombong dan riya’ tentunya saya berharap saya bisa menetralisir sifat tercela itu.
Saat mempunyai keluarga nanti saya pun menginginkan sebuah keluarga yang sakinah,mawaddah warohmah, saya ingin menjadi istri dan ibu yang baik bagi keluarga saya, Mempunyai suami yang bisa menjadi kepala keluarga yang baik dan bijaksana, setia dan mencintai keluarga di atas segalanya, bisa menjadi panutan anak-anak kami dan mencintai saya karena ALLAH SWT.

Saya ingin menjadi seorang ibu yang baik bagi anak-anak saya nanti. Maka jika nanti saya telah memiliki anak saya ingin focus membesarkan mereka sehingga saya bisa melihat perkembangan mereka dari kecil hingga dewasa nanti, karena bagi saya seorang wanita sukses itu bukan wanita yang bisa mendirikan suatu perusahaan yang besar dan maju, tetapi wanita yang sukses itu adalah yang bisa bertanggung jawab terhadap suami dan anak-anaknya nanti.

Saya juga ingin menjadi anak yang baik bagi orang tua saya, jadi jika mereka nanti sudah pensiun saya ingin terus menjaga mereka sampai kapanpun itu.

Demikian nilai-nilai pribadi saya, mudah-mudahan ibu dan teman-teman bersedia membaca nya dan impian kita semua tercapai dan kita pun bahagia dunia akhirat. Amin,,,,,

Kamis, 12 November 2009

Protein Kanker Bisa Dilumpuhkan

Vera Farah Bararah - detikHealth


img
(Foto: ehow)
London, Ilmuwan telah menemukan cara untuk melumpuhkan protein yang memiliki peran kunci pada penyakit kanker darah (leukimia) dan kanker lainnya.

Sebelumnya usaha-usaha yang dilakukan oleh para peneliti untuk menetralisir protein ini selalu gagal. Tapi terobosan yang berhasil ditemukan ini menimbulkan harapan untuk menciptakan jenis terapi baru yang dapat mengobati penyakit kanker. Studi ini dilakukan oleh US Dana-Farber Cancer Institute.

Protein adalah salah satu faktor yang berfungsi mengaktifkan atau menonaktifkan gen-gen serta mengendalikan sel-sel dalam tubuh untuk tumbuh dan berkembang.

Pada pasien kanker, gen yang bertanggung jawab untuk membuat protein seringkali menjadi rusak atau bermutasi. Akibatnya gen diaktifkan sepanjang waktu dan pertumbuhan sel menjadi tidak terkendali.

Studi yang dilakukan ini adalah protein yang disebut dengan Notch. Kelainan yang terjadi pada Notch hampir menjadi dasar dari berbagai jenis kanker seperti kanker darah, paru-paru, ovarium, pankreas dan gastrointestinal. Studi ini dilakukan untuk meneliti struktur dari Notch sehingga dapat mengisolasi titik lemah potensial dari protein ini.

Peneliti merancang potongan-potongan protein yang disebut peptida dalam bentuk tiga dimensi yang spesifik. Kemudian dilakukan pengujian dengan menggunakan peptida sintetik yang mudah diserap oleh sel dan dapat digunakan untuk mengubah regulasi gen pada situs tertentu.

Saat diuji dengan menggunakan hewan percobaan tikus, didapati pertumbuhan sel kankernya menjadi terbatas dan fungsi dari Notch ini terganggu.

"Penelitian ini sangat menarik, meskipun sebelumnya sudah ada obat-obatan yang digunakan untuk memblokir Notch, tapi obat-obatan ini memiliki beberapa efek samping yang serius," ujar Dr David Ish-Horowicz, kepala pengembangan genetik di Cancer Research UK's London Research Institute, seperti dikutip dari BBCNews, Jumat (13/11/2009).

Saat ini penelitian baru diuji sebatas pada hewan percobaan tikus saja sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut lagi mengenai bagaimana efeknya terhadap manusia.

Tapi dalam jangka panjang, bisa menjadi obat alternatif dan pengobatan yang lebih baik untuk penyakit leukimia atau kanker lainnya.

Kamis, 05 November 2009

Etika Bisnis dan Pendidikan


Dalam sistem perekonomian pasar bebas, perusahaan diarahkan untuk mencapai tujuan mendapatkan keuntungan
semaksimal mungkin, sejalan dengan prinsip efisiensi. Namun, dalam mencapai tujuan tersebut pelaku bisnis kerap
menghalalkan berbagai cara tanpa peduli apakah tindakannya melanggar etika dalam berbisnis atau tidak.

Hal ini terjadi akibat manajemen dan karyawan yang cenderung mencari keuntungan semata sehingga terjadi
penyimpangan norma-norma etis, meski perusahaan-perusahaan tersebut memiliki code of conduct dalam berbisnis
yang harus dipatuhi seluruh organ di dalam organisasi. Penerapan kaidah good corporate governace di perusahaan
swasta, BUMN, dan instansi pemerintah juga masih lemah. Banyak perusahaan melakukan pelanggaran, terutama dalam
pelaporan kinerja keuangan perusahaan.

Prinsip keterbukaan informasi tentang kinerja keuangan bagi perusahaan terdaftar di BEJ, misalnya seringkali dilanggar
dan jelas merugikan para pemangku kepentingan (stakeholders),terutama pemegang saham dan masyarakat luas
lainnya.Berbagai kasus insider trading dan banyaknya perusahaan publik yang di-suspend perdagangan sahamnya oleh
otoritas bursa menunjukkan contoh praktik buruk dalam berbisnis. Belum lagi masalah kerusakan lingkungan yang terjadi
akibat eksploitasi sumber daya alam dengan alasan mengejar keuntungan setinggi-tingginya tanpa memperhitungkan
daya dukung ekosistem lingkungan.

Bisa dibayangkan, dampak nyata akibat ketidakpedulian pelaku bisnis terhadap etika berbisnis adalah budaya korupsi
yang semakin serius dan merusak tatanan sosial budaya masyarakat. Jika ini berlanjut, bagaimana mungkin investor
asing tertarik menanamkan modalnya di negeri kita? Situasi ini menimbulkan pertanyaan tentang mengapa kesemua ini
terjadi? Apakah para pengusaha tersebut tidak mendapatkan pembelajaran etika bisnis di bangku kuliah? Apa yang salah
dengan pendidikan kita, karena seharusnya lembaga pendidikan berfungsi sebagai morale force dalam menegakkan nilai-
nilai kebenaran dalam berbisnis?

Bagaimana sebenarnya etika bisnis diajarkan di sekolah—kalaupun ada—dan di perguruan tinggi? Etika bisnis
merupakan mata kuliah yang diajarkan di lingkungan pendidikan tinggi yang menawarkan program pendidikan bisnis dan
manajemen. Beberapa kendala sering dihadapi dalam menumbuhkembangkan etika bisnis di dunia pendidikan.
Pertama, kekeliruan persepsi masyarakat bahwa etika bisnis hanya perlu diajarkan kepada mahasiswa program
manajemen dan bisnis karena pendidikan model ini mencetak lulusan sebagai mencetak pengusaha. Persepsi demikian
tentu tidak tepat. Lulusan dari jurusan/program studi nonbisnis yang mungkin diarahkan untuk menjadi pegawai tentu
harus memahami etika bisnis. Etika bisnis adalah acuan bagi perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha,
termasuk dalam berinteraksi dengan stakeholders, termasuk tentunya karyawan.

Etika bisnis sebaik apa pun yang dicanangkan perusahaan dan dituangkan dalam pedoman perilaku, tidak akan berjalan
tanpa kepatuhan karyawan dalam menaati norma-norma kepatutan dalam menjalankan aktivitas perusahaan. Kedua,
pada program pendidikan manajemen dan bisnis, etika bisnis diajarkan sebagai mata kuliah tersendiri dan tidak
terintegrasi dengan pembelajaran pada mata kuliah lain. Perlu diingat bahwa mahasiswa sebagai subjek didik harus
mendapatkan pembelajaran secara komprehensif. Integrasi antara aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif dalam proses
pembelajaran harus diutamakan. Sehingga masuk akal apabila etika bisnis—aspek afektif/ sikap dalam hal ini—
disisipkan di berbagai mata kuliah yang ditawarkan. Ketiga, metode pengajaran dan pembelajaran pada mata kuliah ini
cenderung monoton.Pengajaran lebih banyak menggunakan metode ceramah langsung.

Kalaupun disertai penggunaan studi kasus, sayangnya tanpa disertai kejelasan pemecahan masalah dari kasus-kasus
yang dibahas. Hal ini disebabkan substansi materi etika bisnis lebih sering menyangkut kaidah dan norma yang
cenderung abstrak dengan standar acuan tergantung persepsi individu dan institusi dalam menilai etis atau tidaknya
suatu tindakan bisnis. Misalnya, etiskah mengiklankan sesuatu obat dengan menyembunyikan informasi tentang indikasi
pemakaian? Atau membahas moral hazard pada kasus kebangkrutan perusahaan sekelas Enron di Amerika Serikat.
Keempat, etika bisnis tidak terdapat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.

Nilainilai moral dan etika dalam berperilaku bisnis akan lebih efektif diajarkan pada saat usia emas (golden age) anak,
yaitu usia 4–6 tahun. Karena itu, pengajarannya harus bersifat tematik. Pada mata pelajaran agama, misalnya, guru bisa
mengajarkan etika bisnis dengan memberi contoh bagaimana Nabi Muhammad SAW berdagang dengan tidak
mengambil keuntungan setinggi langit. Kelima, orangtua beranggapan bahwa sesuatu yang tidak mungkin mengajarkan
anak di rumah tentang etika bisnis karena mereka bukan pengusaha. Pandangan sempit ini dilandasi pemahaman
bahwa etika bisnis adalah urusan pengusaha.

Padahal, sebenarnya penegakan etika bisnis juga menjadi tanggung jawab kita sebagai konsumen. Orangtua dapat
mengajarkan etika bisnis di lingkungan keluarga dengan jalan memberi keteladanan pada anak dalam menghargai hak
atas kekayaan intelektual (HaKI), misalnya dengan tidak membelikan mereka VCD, game software, dan produk bajakan
lain dengan alasan yang penting murah. Keenam, pendidik belum berperan sebagai model panutan dalam pengajaran
etika bisnis. Misalnya masih sering kita mendapati fenomena orangtua siswa memberi hadiah kepada gurunya pada saat
kenaikan kelas dengan alasan sebagai rasa terima kasih dan ikhlas.

Pendidik menerima hadiah tersebut dengan senang hati dan dengan sengaja menunjukkan hadiah pemberian orangtua
siswa tersebut kepada teman sejawatnya dengan memuji-muji nilai atau besaran hadiah tersebut. Tidakkah kita sadari,
kondisi seperti ini akan memberikan kesan mendalam pada anak kita? Mengurangi praktik pelanggaran etika dalam
berbisnis merupakan tanggung jawab kita semua. Sebagai pengusaha, tujuan memaksimalkan profit harus diimbangi
peningkatan peran dan tanggung jawab terhadap masyarakat. Perusahaan turut melakukan pemberdayaan kualitas hidup
masyarakat melalui program corporate social responsibility (CSR).

Pada saat kita berperan sebagai konsumen, seyogianya memahami betul hak dan kewajiban dalam menghargai karya
orang lain. Orangtua harus menjadi model panutan dengan memberikan contoh baik tentang perilaku berbisnis kepada
anak sehingga kelak mereka akan menjadi pekerja atau pengusaha yang mengerti betul arti penting etika bisnis.
Pemerintah sebagai regulator pasar turut berperan mengawasi praktik negatif para pelaku ekonomi. Sudah saatnya
pemerintah mempertimbangkan etika bisnis termuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Peran aktif para
pelaku ekonomi ini pada akhirnya akan menjadikan dunia bisnis di Tanah Air surga bagi investor asing.

Etika Bisnis dan Pendidikan



Dalam sistem perekonomian pasar bebas, perusahaan diarahkan untuk mencapai tujuan mendapatkan keuntungan
semaksimal mungkin, sejalan dengan prinsip efisiensi. Namun, dalam mencapai tujuan tersebut pelaku bisnis kerap
menghalalkan berbagai cara tanpa peduli apakah tindakannya melanggar etika dalam berbisnis atau tidak.

Hal ini terjadi akibat manajemen dan karyawan yang cenderung mencari keuntungan semata sehingga terjadi
penyimpangan norma-norma etis, meski perusahaan-perusahaan tersebut memiliki code of conduct dalam berbisnis
yang harus dipatuhi seluruh organ di dalam organisasi. Penerapan kaidah good corporate governace di perusahaan
swasta, BUMN, dan instansi pemerintah juga masih lemah. Banyak perusahaan melakukan pelanggaran, terutama dalam
pelaporan kinerja keuangan perusahaan.

Prinsip keterbukaan informasi tentang kinerja keuangan bagi perusahaan terdaftar di BEJ, misalnya seringkali dilanggar
dan jelas merugikan para pemangku kepentingan (stakeholders),terutama pemegang saham dan masyarakat luas
lainnya.Berbagai kasus insider trading dan banyaknya perusahaan publik yang di-suspend perdagangan sahamnya oleh
otoritas bursa menunjukkan contoh praktik buruk dalam berbisnis. Belum lagi masalah kerusakan lingkungan yang terjadi
akibat eksploitasi sumber daya alam dengan alasan mengejar keuntungan setinggi-tingginya tanpa memperhitungkan
daya dukung ekosistem lingkungan.

Bisa dibayangkan, dampak nyata akibat ketidakpedulian pelaku bisnis terhadap etika berbisnis adalah budaya korupsi
yang semakin serius dan merusak tatanan sosial budaya masyarakat. Jika ini berlanjut, bagaimana mungkin investor
asing tertarik menanamkan modalnya di negeri kita? Situasi ini menimbulkan pertanyaan tentang mengapa kesemua ini
terjadi? Apakah para pengusaha tersebut tidak mendapatkan pembelajaran etika bisnis di bangku kuliah? Apa yang salah
dengan pendidikan kita, karena seharusnya lembaga pendidikan berfungsi sebagai morale force dalam menegakkan nilai-
nilai kebenaran dalam berbisnis?

Bagaimana sebenarnya etika bisnis diajarkan di sekolah—kalaupun ada—dan di perguruan tinggi? Etika bisnis
merupakan mata kuliah yang diajarkan di lingkungan pendidikan tinggi yang menawarkan program pendidikan bisnis dan
manajemen. Beberapa kendala sering dihadapi dalam menumbuhkembangkan etika bisnis di dunia pendidikan.
Pertama, kekeliruan persepsi masyarakat bahwa etika bisnis hanya perlu diajarkan kepada mahasiswa program
manajemen dan bisnis karena pendidikan model ini mencetak lulusan sebagai mencetak pengusaha. Persepsi demikian
tentu tidak tepat. Lulusan dari jurusan/program studi nonbisnis yang mungkin diarahkan untuk menjadi pegawai tentu
harus memahami etika bisnis. Etika bisnis adalah acuan bagi perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha,
termasuk dalam berinteraksi dengan stakeholders, termasuk tentunya karyawan.

Etika bisnis sebaik apa pun yang dicanangkan perusahaan dan dituangkan dalam pedoman perilaku, tidak akan berjalan
tanpa kepatuhan karyawan dalam menaati norma-norma kepatutan dalam menjalankan aktivitas perusahaan. Kedua,
pada program pendidikan manajemen dan bisnis, etika bisnis diajarkan sebagai mata kuliah tersendiri dan tidak
terintegrasi dengan pembelajaran pada mata kuliah lain. Perlu diingat bahwa mahasiswa sebagai subjek didik harus
mendapatkan pembelajaran secara komprehensif. Integrasi antara aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif dalam proses
pembelajaran harus diutamakan. Sehingga masuk akal apabila etika bisnis—aspek afektif/ sikap dalam hal ini—
disisipkan di berbagai mata kuliah yang ditawarkan. Ketiga, metode pengajaran dan pembelajaran pada mata kuliah ini
cenderung monoton.Pengajaran lebih banyak menggunakan metode ceramah langsung.

Kalaupun disertai penggunaan studi kasus, sayangnya tanpa disertai kejelasan pemecahan masalah dari kasus-kasus
yang dibahas. Hal ini disebabkan substansi materi etika bisnis lebih sering menyangkut kaidah dan norma yang
cenderung abstrak dengan standar acuan tergantung persepsi individu dan institusi dalam menilai etis atau tidaknya
suatu tindakan bisnis. Misalnya, etiskah mengiklankan sesuatu obat dengan menyembunyikan informasi tentang indikasi
pemakaian? Atau membahas moral hazard pada kasus kebangkrutan perusahaan sekelas Enron di Amerika Serikat.
Keempat, etika bisnis tidak terdapat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.

Nilainilai moral dan etika dalam berperilaku bisnis akan lebih efektif diajarkan pada saat usia emas (golden age) anak,
yaitu usia 4–6 tahun. Karena itu, pengajarannya harus bersifat tematik. Pada mata pelajaran agama, misalnya, guru bisa
mengajarkan etika bisnis dengan memberi contoh bagaimana Nabi Muhammad SAW berdagang dengan tidak
mengambil keuntungan setinggi langit. Kelima, orangtua beranggapan bahwa sesuatu yang tidak mungkin mengajarkan
anak di rumah tentang etika bisnis karena mereka bukan pengusaha. Pandangan sempit ini dilandasi pemahaman
bahwa etika bisnis adalah urusan pengusaha.

Padahal, sebenarnya penegakan etika bisnis juga menjadi tanggung jawab kita sebagai konsumen. Orangtua dapat
mengajarkan etika bisnis di lingkungan keluarga dengan jalan memberi keteladanan pada anak dalam menghargai hak
atas kekayaan intelektual (HaKI), misalnya dengan tidak membelikan mereka VCD, game software, dan produk bajakan
lain dengan alasan yang penting murah. Keenam, pendidik belum berperan sebagai model panutan dalam pengajaran
etika bisnis. Misalnya masih sering kita mendapati fenomena orangtua siswa memberi hadiah kepada gurunya pada saat
kenaikan kelas dengan alasan sebagai rasa terima kasih dan ikhlas.

Pendidik menerima hadiah tersebut dengan senang hati dan dengan sengaja menunjukkan hadiah pemberian orangtua
siswa tersebut kepada teman sejawatnya dengan memuji-muji nilai atau besaran hadiah tersebut. Tidakkah kita sadari,
kondisi seperti ini akan memberikan kesan mendalam pada anak kita? Mengurangi praktik pelanggaran etika dalam
berbisnis merupakan tanggung jawab kita semua. Sebagai pengusaha, tujuan memaksimalkan profit harus diimbangi
peningkatan peran dan tanggung jawab terhadap masyarakat. Perusahaan turut melakukan pemberdayaan kualitas hidup
masyarakat melalui program corporate social responsibility (CSR).

Pada saat kita berperan sebagai konsumen, seyogianya memahami betul hak dan kewajiban dalam menghargai karya
orang lain. Orangtua harus menjadi model panutan dengan memberikan contoh baik tentang perilaku berbisnis kepada
anak sehingga kelak mereka akan menjadi pekerja atau pengusaha yang mengerti betul arti penting etika bisnis.
Pemerintah sebagai regulator pasar turut berperan mengawasi praktik negatif para pelaku ekonomi. Sudah saatnya
pemerintah mempertimbangkan etika bisnis termuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Peran aktif para
pelaku ekonomi ini pada akhirnya akan menjadikan dunia bisnis di Tanah Air surga bagi investor asing.

Rabu, 04 November 2009

Ini nieh daftar 10 oRang terkaya di Indonesia,,,

Ini dia, daftar 10 orang terkaya di indonesia. Ternyata Bakrie merosot jauh dari posisi pertama. Asyik yach, posisi orang terkaya ganti-ganti terus. Biar gak bosen...


1. Sukanto Tanoto (Tan Kang Hoo) - CEO Raja Garuda Mas (RGM), 2.8 Billion $, Age 58. Saat ini perusahaannya RGM International masih bergerak dalam bidang produksi kertas, minyak kelapa dan sumber daya energi.

2. Putera Sampoerna - Sampoerna Tbk, 2.1 Billion $, Age 58
Produksi rokok kretek ketiga terbesar sebelum kemudian sahamnya
dikuasai oleh Philip Morris.


3. Eka Tjipta Widjaja & family – Sinar Mas, 2.0 billion $, Age 80

4. Rachman Halim & family - Gudang Garam, 1.8 Billion $, Age 59
Saat ini pabrik rokok merk Gudang Garam merupakan yang terbesar di Indonesia.

5. R. Budi Hartono & family - Djarum, 1.4 Billion $, Age 64
Mempunyai pabrik rokok kretek merek Djarum, yang juga diekspor ke luar negeri.

6. Aburizal Bakrie & family - Bakrie Group, 1.2 Billion $, Age 59
Saat ini bergerak di bidang infrastruktur.

7. Eddy William Katuari & family - Wings Group, 1.0 Billion $, Age 60
Usaha sabun cuci detergen merek Wing. Juga saat ini bergerak dibidang
penjualan kebutuhan rumah tangga. Juga dalam bidang real estate dan kimia.

8. Trihatma Haliman - Agung Podomoro, 900 Million $, Age 54
Bergerak di bidang real estate developer antara lain komplek perumahan dan apartemen Agung Podomoro.Juga bergerak dibidang retail.

9. Arifin Panigoro - Medco Energy International, 815 Million $, Age 61
Memiliki perusahaan minyak Medco Energy International, dan juga bergerak di bidang pengeboran minyak di Sumatera Selatan.

10. Liem Sioe Liong & family - Bogasari, Indomobil, Indofood, etc ; 800 Million $,Age 91
Membangun Salim Group dalam usaha di bidang makanan, pelayaran dan semen.
Memiliki Bank Central Asia dan Bank First Pacific.

Mau Tau 10 Hewan Yang terancam Punah (2 nya ada di Indonesia Lo)

Manusia dan hewan seharusnya hidup berdampingan secara damai di dunia ini. Namun karena sifat serakah manusia, jumlah satwa tersebut terus berkurang dari waktu ke waktu. Bahkan, banyak diantara hewan-hewan tersebut yang sudah tidak ada lagi alias punah. Berbagai upaya terus dilakukan untuk menyelamatkan mereka, antara lain dengan mendirikan sejumlah tempat konservasi. Berikut adalah daftar sepuluh hewan terancam punah dunia 2009 versi Livescience:


1. Badak Sumatra

Badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) adalah badak berukuran paling kecil di antara semua spesies badak di dunia. Badak kebanggaan Indonesia yang hidup di pulau Sumatera ini dinyatakan terancam punah karena saat ini hanya tersisa sekitar enam populasi di alam liar atau tinggal 300 ekor saja. Faktor utama berkurangnya jumlah badak ini adalah perburuan liar. Di pasar gelap, cula badak ini dihargai 30.000 dolar AS atau setara dengan Rp 300 juta per kilogram. Selain itu, tingkat keberhasilan pengembangbiakan badak yang sangat kecil turut menuntun hewan ini menuju kepunahan.

2. Paus Abu-Abu
Lembaga International Union for Conservation of Nature (IUCN) menyatakan pada 2008 bahwa jumlah paus abu-abu (Esrichtiius robustus) berada dalam level aman. Namun, itu hanyalah paus abu-abu yang hidup di sejumlah tempat konservasi, bukan di alam liar. Sejak tahun 1947 pada masa-masa perburuan paus abu-abu, jumlah hewan berbobot 30 ton itu terus berkurang dan belum kembali normal hingga sekarang. Dari 100 paus abu-abu, kini hanya tersisa 23 betina yang masih mampu bereproduksi di wilayah perairan Pasifik Selatan.

3. Serigala Merah
Anda pernah menonton film animasi Ice Age? Film ini menceritakan kehidupan unik sejumlah satwa pada zaman es, zaman dimana hampir seluruh permukaan bumi ditutupi es. Nah, percaya atau tidak, hewan bernama serigala merah (Canis lupus rufus) ini adalah salah satu hewan Ice Age yang masih hidup hingga kini. Para ilmuwan mengestimasi hanya ada 100 serigala merah di alam liar Carolina Utara, Amerika Serikat, dan sekitar 150 ekor di beberapa fasilitas penangkaran.

4. Harimau Siberia
Harimau Siberia atau disebut juga harimau amur (Panthera tigris altaica) adalah spesies harimau yang pernah tinggal di wilayah Cina, Semenanjung Korea, dan Mongolia. Namun, kini hewan tersebut hanya bisa bebas berkeliaran di Rusia, di wilayah perlindungan kawasan Amur-Ussuri. Sejumlah ahli meyakini masih terdapat 350 hingga 450 hewan ini di alam liar.

5. Musang Berkaki Hitam
Akibat ulah manusia yang terus membabat alam liar tanpa henti, musang berkaki hitam (Mustela nigripes) hampir punah dari muka bumi. Hewan asli Amerika Utara ini kini dinyatakan sebagai mamalia paling terancam punah di kontinen AS. Hewan malam hari atau nokturnal ini memburu hewan pengerat, prairie dog sebagai makanan utama. Seiring menurunnya jumlah populasi hewan buruannya, jumlah musang berkaki hitam ini juga ikut berkurang.

6. Buaya Filipina
Sesuai namanya, buaya Filipina (Crocodylus mindorensis) adalah spesies buaya yang dilindungi di Filipina. Berdasarkan survei pada 1995, buaya bertubuh relatif kecil ini hanya tersisa 100 ekor di Filipina. Hal ini menjadikan buaya tersebut sebagai satu dari spesies hewan paling terancam di dunia.

7. Gorila Gunung
Sejak gorila gunung (Gorilla beringei beringei) ditemukan akhir 1902, jumlah populasi hewan ini terus berkurang akibat pembalakan liar, perburuan massal, dan perdagangan hewan ilegal. Saat ini, jumlah primata yang mampu hidup di daerah dingin maupun panas ini hanya ada 720 ekor yang tersebar di wilayah Uganda.

8. Hiu Gangga
Hiu penghuni Sungai Gangga di India bernama hiu gangga (Glyphis gangeticus) ini merupakan satu dari 20 daftar hiu terancam punah versi IUCN. Hiu yang memiliki reputasi sebagai pemakan manusia ini banyak diburu untuk diambil minyaknya. Selain itu, semakin tercemarnya Sungai Gangga menjadi faktor lain yang menyebabkan spesies ini kian sulit ditemukan.

9. Orangutan Sumatra
Satu lagi hewan terancam punah dari Tanah Air, Orangutan Sumatra (Pongo abelii). Primata langka bertubuh lebih kecil dari dua spesies orangutan yang lain ini adalah pemakan buah-buahan dan serangga. Seperti biasa, penyebab berkurangnya jumlah mereka adalah habitat yang hancur dan perburuan liar. Orangutan ini termasuk salah satu hewan yang memiliki kemampuan reproduksi rendah. Pongo abelli betina hanya mampu melahirkan tiga anak selama masa hidupnya.

10. Burung Kondor California
Burung kondor California (Gymnogyps californianus) adalah burung pemakan bangkai asal California, AS, yang mempunyai masa hidup paling panjang dibanding burung lain, yaitu sekitar 50 tahun. Gara-gara perburuan liar dan berkurangnya habitat, burung langka ini hampir punah secara keseluruhan pada 1980. Namun berkat upaya konservasi dari berbagai ahli hewan, burung ini selamat. Kini, terdapat 332 Burung Kondor California di beberapa penangkaran, termasuk 152 ekor di alam liar

Selasa, 03 November 2009

Kapitalisme Ekonomi Syariah

Dekade ini boleh jadi periode keemasan bagi ekonomi syariah, terutama di Indonesia. Sejak tahun 2000 silam tak kurang 50 lembaga ekonomi berbasis syariah tumbuh dengan suburnya. Hal ini sangat wajar mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Sayangnya, di tengah gemebyar syariah, terselip berbagai kelemahan dan penyimpangan. Apalagi disinyalir lebih dari 80% dari lembaga yang ada belum mampu menjalankan prinsip-prinsip syariah secara utuh.

Kesalahan pertama adalah produk-produk syariah yang dipasarkan justru didominasi oleh produk-produk konsumsi. Murabahah, atau jual beli, entah itu berbentuk KPR, kredit kendaraan, dan sebagainya mendominasi tak kurang dari 70% produk syariah yang ada. Tak beda dengan kredit konsumsi tradisional. Hanya saja elemen bunga disamarkan dengan elemen biaya dan marjin profit. Mestinya, kalau mau fair, produk-produk lain seperti mudharabah, musyarakah, isthisma’, juga tak kalah gencarnya dipasarkan.

Dalam beberapa hal, masyarakat juga sering mengalami kesulitan dalam mengakses produk-produk syariah tersebut. Dengan persyaratan yang rumit serta birokrasi yang berbelit, lembaga syariah bergeser menjadi menara gading yang sulit dijangkau kaum grass root. Padahal, sejatinya, ekonomi syariah lahir untuk mewadahi kaum bawah tersebut.

Beberapa kalangan juga sering mengkritisi sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam pembentukan dan penunjukan Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS). Seringkali lembaga-lembaga tersebut dicap sebagai produk formalitas belaka mengingat standardisasi skill dan capabilities orang-orang didalamnya tidak jelas. Dewan yang diharapkan dapat berkomitmen penuh dalam mengawasi produk, konsep, kinerja, maupun policy lembaga syariah kinerjanya sering mengecewakan. Anggota-anggotanya yang masih didominasi kyai-kyai sepuh, dirasa kurang mampu mengikuti pergerakan dan perkembangan ekonomi syariah yang bergerak dengan sangat cepatnya.

Di lembaga syariah sendiri, penunjukan dan pengelolaan sumber daya manusia (SDM) juga masih bias. Prinsip syariah, sejatinya membutuhkan 70% moral heavy, baru diikuti dengan knowledge dan appearance. Namun pada prakteknya, mereka justru dijejali hafalan-hafalan berbahasa arab dan diikutkan pelatihan instan. Terkadang etika bisnis dan konsep islami belum dikuasai secara komprehensif.

Celakanya, kekurangan-kekurangan ini makin diperburuk dengan sikap lembaga keuangan yang ada. Mereka memandang syariah semata-mata sebagai peluang pasar yang layak dimanfaatkan. Tindakan ini tentunya merupakan kejahatan ekonomi karena produk syariah menjadi alat para kapitalis untuk mengeduk untung sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya. Keberpihakan dan komitmen mereka terhadap kelangsungan dan perkembangan syariah itu sendiri masih patut dipertanyakan.

Lebih parah lagi, beberapa bank membuka divisi syariah hanya untuk nasabah privat yang memiliki dana tak kurang dari Rp 500 juta. Jika demikian, tentunya keberpihakan lembaga keuangan menjadi diskriminatif dan tak lagi berperan pada kelangsungan hidup kaum grass root. Kapitalisme, dalam hal ini, dibalut dengan simbol-simbol syariah untuk kepentingan pemilik modal.